3.14.2009

Kilas Balik Krisis Global Desember 2008

Krisis global membuat pemerintah terus menghitung segala kemungkinan yang bisa meminimalkan dampak negatifnya. Diprediksi krisis masih terjadi tahun depan. Tahun 2008 sebentar lagi berakhir, fajar tahun 2009 segera menyongsong. Berbagai peristiwa ekonomi telah terjadi di sepanjang tahun ini. Tidak jarang peristiwa tersebut menjadi isu hangat yang menjadi perhatian khalayak. Sudah lazim pula di penghujung tahun orang sering mencoba berefleksi atas berbagai peristiwa yang telah terjadi. Untuk itu, tidak ada salahnya jika kita mencoba membangunkan kembali "hasrat" ingatan kita tentang berbagai peristiwa tersebut

Saat akan memasuki tahun 2008. perekonomian Indonesia diliputi optimisme. Bermodal pencapai pertumbuhan ekonomi 2007 yang menyentuh 6,3% dan inflasi 6,59%, pemerintah yakin bisa mengulang kesuksesan tersebut. Atas dasar itu pula pemerintah menaruh angka 6,8% sebagai target pencapaian pertumbuhan ekonomi pada 2008 dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Adapun laju inflasi diperkirakan hanya akan mencapai 6%. Ya, itulah obsesi yang semula "dipancang" dalam APBN. Namun, ketika pasar global bergejolak di penghujung tahun lalu, optimisme itu pun akhirnya runtuh satu per satu

Setidaknya, kondisi ini mengingatkan banyak orang dengan sejarah gejolak harga minyak mentah dunia yang terjadi padal974yang dikenal dengan sebutan shock oil Kejadian tersebut disebabkanfaktor geopolitik akibat perang Arab-Israel yang disusul dengan embargo minyak oleh negara-negara Arab. Gejolak harga minyak mentah dunia yang terjadi sangat signifikan. Peristiwa itulah yang membuat Pemerintah Indonesia untuk pertama kalinya memberikan subsidi ba-han bakar minyak. Begitu pula pada 1979 ketika terjadi Revolusi Iran dan Perang Irak-Iran, terjadi pula gejolak harga minyak mentah akibat pasokan minyak dunia terhambat.Gejolak minyak 1974 dan 1979 itu telah memicu resesi dengan jatuhnya pertumbuhan ekonomi dunia masing-masing di bawah 2% dan 1,1 %.

Sementara itu, krisis yang bermula dari kredit macet perumahan (subpnme mon-Rage) di Amerika Serikat (AS) mulai dirasakan sejumlah negara. Indonesia pun secara perlahan tapi pasti tidak luput dari ekses volatilitas di pasar global. Sebagai langkah antisipasi, sejak "dini" pemerintah terpaksa merevisi APBN 2008. Bahkan akibat ketidakjelasan kondisi pasar global, pada pertengahan 2008 pemerintah kembali merevisi asumsi makroekonomi dalam APBN. Dalam revisi APBN pertama, pemerintah mengubah asumsi harga minyak dari USD60 tiap barelnya menjadi USD95 tiap barel. Dalam kaitan ini, pemerintah juga menganulir hitungan lifting minyak. Sedianya, pemerintah mematok 1,034 juta barel produksi minyak tiap harinya. Namun, pemerintah merevisinya menjadi 927.000 barel per han. Akhir Mei lalu, ketika harga minyak mentah dunia semakin meroket, pemerintah pun akhirnya menaikkan harga BBM bersubsidi rata-rata 28%.

Harga premium yang semula Rp4.500 per liter naik menjadi Rp6.000 per liter. Solar yang semula Rp4.000 per liter menjadiRp5.500 per liter, sedangkan minyak tanah yang semula Rp2.000 per liter menjadi Rp2.500 per liter. Pada saat itu, patokan harga minyak mentah Indonesia (ICP) adalah USD 95 per barel. Pemerintah dalam APBN-P (Perubahan) 2008 juga mengubah volume bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Sedianya pemerintah hanya menyediakan 35,8 juta kiloliter BBM bersubsidi, diganti men-jadi 39 juta kiloliter. Sementara program konversi minyak tanah ke elpiji yang sedianya ditargetkan 2 juta kiloliter diubah menjadi 1 juta kiloliter. Dengan adanya perubahan ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani saat itu mengungkapkan, bila ada langkah pengamanan, defisit bisa ditekan menjadi 2,1 % dari PDB atau sebesar Rp89,l triliun.

Perubahan asumsi makroekonomi dalam APBN-P itu merupakan langkah antisipasi pengaman terhadap gejolak pasar. Jika pemerintah tidak melakukan tindakan pengamanan, diperkirakan pendapatan negara hanya mencapai Rp786,4 triliun. Namun bila dalam APBN-P dilakukan langkah pengamanan, pendapatan negara ditargetkan meningkat menjadi Rp825,8 triliun. Di sisi lain lewat langkah pengamanan, belanja pengamanan bisa diselamatkan menjadi Rp914,9 triliun.

Selain perubahan APBN 2008 lebih awal, pemerintah juga sudah mempersiapkan sembilan langkah pengamanan guna menekan dampak krisis global ini.Termasuk di dalamnya dua langkah menyangkut masalah pangan, yaitu pengurangan beban pajak atas komoditas pangan strategis dan penambahan subsidi pangan. Namun, sembilan langkah dan perubahan APBN 2008 tersebut temyata belum bisa mengamankan perekonomian Indonesia saat itu.Bahkan, ketika kenaikan harga minyak saat itu terus tak terkendali, akhirnya pemerintah meminta agar APBN-P diubah kembali.

Kondisi pasar global yang tidak mendukung saat itu membuat kondisi perekonomian 2008 "kocar-kacir". Setelah APBN mengalami beberapa kali perubahan, Indonesia juga kembali menghadapi badai di pasar modal. Saat itu harga beberapa saham di Indonesia mengalami penurunan cukup berarti. Untukmengatasi penurunan harga saham ini pemennt ah terpaksa menghentikan transaksi (suspend) di pasar saham untuk kurun beberapa hari. Suspensi ini dilakukan setelah melihat jatuhnya IHSG sebesar 10,38°° di pasar Bursa Efek Indonesia (BEI) serta kondisi pasar saham regional yang belum menandakan titik cerah.

Beberapa saham utama seperti Nikkei Jepang, dan Straits Times Index Singapura turun ke level terendah dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Tidak berhenti di situ, perlambatan ekonomi global pun mulai mengancam sektor riil di Indonesia. Industri kerajinan, manufaktur hingga pertanian kembali mengalami ujian yang cukup berat. Pasar ekspor bagi komoditas ini pun mulai menyusut satu per satu. AS sebagai salah satu tujuan ekspor utama tidak lagi mampu menyerap komoditas ekspor Indonesia. Ujung-ujungnya, industri di Tanah Air pun semakin limbung. Banyak perusahaan harus melakukan penghematan dengan menahan laju ekspansinya Bahkan ada beberapa perusahaan yang terpaksa merumahkan karyawannya atau melakukan pemutusan hubungan kerja guna menghemat cost produksinya.

Setidaknya, krisis global yang terjadi saat im menjadi salah satu sumber yang cukup memberatkan pada 2008 ini. Apalagi, perlambatan perekonomian itu masih terasa hingga awal 2009 ini. Untuk itu, mari kita tingkatkan gairah perekonomian di tahin 2009 ini.

By: Jhonson A. Sutanto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar